Distraksi yang membuyarkan

Namanya juga distraksi yaitu pengalihan. 


Saya mendengar istilah ini ketika bekerja didunia medis. Ternyata distraksi ini sering dipake oleh mereka yang mengalami masalah apendisitis atau pasien usus buntu. Tapi saya tidak mau membahas tentang penyakit ini, saya ingin cerita bagaimana otak saya mendadak beku tidak bisa menulis gegara fokus melihat baris dan kolom yang penuh abjad dan huruf ini.  Tersusun begitu sempitnya  dalam lebar baris kolom. Ntah berapa kali saya melakukan zoom out / in untuk mencoba mengelompokkan data dan menampilkannya dalam grafis.Pekerjaan backoffice yang tidak berat tapi datanya yang dicoba cukup banya sehingga menjadi tantangan tersendiri.


Saya terbilang cukup lama dan setia menggunakan spreadsheet untuk mengelola data. Kayaknya sejak masa kuliah dulu udah pegang aplikasi excel. Fungsi yang dipakai masa kuliah rasanya lebih bombastis dibanding masa sekarang. Kalau sekarang fungsi yang saya pake hanya berkutat di countif, media, dmax, dsum, if else, vlookup, hlookup, unique, paling mentok juga di pivot. Tapi kalau kuliah dulu kelompok di kategori statistik, math dan trigonometri paling sering kepake. Kalau sekarang lebih banyak ke kelompok logical dan database. Ah... duniaku memang berubah.



Sepekan ini aplikasi yang paling sering dibuka adalah pengolah data. Paling saat malam mulai menjelang midnight mencoba menyempatkan waktu membuka desain, merevisi setoran desain yang masuk dari kantor, atau membuat video grafis untuk komunitas yang sedang aku kelola. Sementara mencoba menyelipkan otak berpikir menulis kok ya terhenti di kalimat pembuka saja. Ah ... mungkin siang akan muncul.  Eh... bablas gak nongol satupun tulisan sampe sepekan lebih 😂


Bener-bener ini adalah distraksi yang membuyarkan.


 Akhirnya saya mengangkat kegundahan bekunya otak dalam  tulisan ini, eh gak terasa panjang juga nulisnya. 😁

Apa saya hanya mencari alasan saja yaaaa... Du...du...du.. 


Dipikir-pikir kalau menuliskan keseharian itu tidak terlalu sulit dan gak banyak mikir. Tinggal memilah apakah kisah ini wajar dibagikan atau tidak ke khalayak ramai ya.


Kira-kira rutinitas apa lagi ya enak aku angkat jadi cerita esok hari?


0 comments:

Post a Comment