Kompetisi pertamaku

 "I can't sleep...."

Ini diucapkannya Zee dua hari sebelum dia mengikuti kompetisi lomba. Aku hanya memeluknya. 

Ah, saya jadi teringat perasaan i can't sleep ini ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi untuk kedua kalinya. Ada perasaan cemas bila hasil tak sesuai ekspektasi.


Zee dipilih sebagai perwakilan sekolah dalam kompetisi Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional dan dia menempati juara kedua untuk tingkat kabupaten. Alhamdulillah.


Untuk usia Zee yang masih duduk dibangku sekolah dasar ini kami lebih menanamkan pada dirinya untuk berkolaborasi dibandingkan berkompetisi. Ditambah saya mengamati bakat kompetisinya memang tidak terlalu besar. Zee lebih kuat di empati dan jiwa sosialnya. Di sekolahnya pun dia lebih dikenal sebagai anak yang baik, senang berbagi, pendamai dan mudah iba. 

***

Pernah suatu hari ketika saya menjemput dia pulang dari sekolah, sepanjang jalan dia banyak diam. Tidak seperti biasanya. Keceriaannya hilang hingga keesokan harinya. Saat Zee ditanya apakah ada yang sakit atau hal yang membuat dia tidak nyaman, Zee tetap tak ingin menjawabnya. Semuanya dia simpan rapat-rapat seolah tak ingin diketahui siapapun.


Saya gak paksa dia bercerita. Saya biarkan hingga esok, mungkin saja dia akan ceria lagi. Tapi ternyata keesokan harinya dia tetap diam. Biasa saja. Senyumpun nyaris tak terlihat. Akhirnya saya tanyakan lagi, apakah ada yang membuat hatinya tidak nyaman karena kalau sakit biasanya tubuhnya akan memberikan respon tidak nyaman. Ah... Zee tetap diam, baik pada saya maupun ayahnya.


Hingga saat hari sabtu tiba, dimana biasanya Zee melakukan aktivitas fisik , olahraga aikido, dalam perjalanan pulang dia lalu bercerita alasan mengapa beberapa hari lalu dia diam.


Ternyata disekolahnya ada seorang anak dimarahi oleh guru, dan perkataan sang guru ini menurutnya tidak baik sehingga Zee merasa bahwa ucapan guru ini pun seperti ditujukan padanya. Dan itu yang membuatnya sedih.


Subhanallah.... se-sensitif itu kah anakku? 😱

***

Kali ini kami sengaja mendorong Zee tidak menolak tawaran sekolah menjadi perwakilan peserta lomba menggambar. Dia perlu merasakan gimana rasanya berkompetisi. Perasaan ini harus dia alami seperti perasaan empati yang dia miliki selama ini.


Saya dan ayahnya hanya memantau dari jauh, sambil memberikan gambaran bagaimana perasaan galau, gelisah, takut dan semacamnya. Saat hari H tiba, kami ucapkan, "Menggambarlah seperti biasanya. Fokus pada apa yang ada didepan mata. Tidak usah pikirkan hasilnya mau juara atau tidak. Ini hanyalah latihan saja."


Kami ajarkan sebelum lomba ucapkan bismillah. Bila terasa lelah, berhenti dan lakukan pernafasan ringan seperti yang kami ajarkan, dan bila selesai ucapkan alhamdulillah. Setelah itu lupakan. Tak perlu dipikirkan menang atau tidak.


Demikian yang kami ajarkan dalam kompetisi pertamanya.

Selamat ya Nak sudah melewati kompetisimu.



0 comments:

Post a Comment