Hi Pekerja....
Apa kabarmu hari ini? Sibukkah?
"Semangattttt.", sorak diriku dalam hati.
Bekerja untuk diri sendiri atau untuk orang lain pasti kita selalu menentukan suatu tujuan dalam pekerjaan. Saya jadi teringat ketika menjadi buruh untuk orang lain. Rasanya semangat sekali bekerja agar orang yang meng-hire ini memahami betapa beruntungnya dia menerima saya sebagai pekerjanya.
Namun seiring waktu, saya menyadari sesungguhnya motivasi saya bekerja adalah untuk diri saya sendiri, bukan untuk orang lain. Mereka hanya menjadi jembatan saya memantaskan diri menjadi sesuatu yang saya bayangkan.
Pernah kah dirimu di hire oleh perusahaan yang melihat bahwa dirimu adalah calon karyawan potensial? Di awal interview, sang manajer sumber daya manusia (sdm) menyampaikan berbagai janji yang menggiurkan agar dirimu menerima pinangan mereka, namun ketika bergabung ternyata janji ini tinggal janji.
Pernah mengalami hal ini?
Atau sebaliknya, kamu yang berjanji pada sebuah perusahaan agar menerima dirimu sebagai karyawannya. Dan kamu obral sejuta janji untuk menjadi karyawan terbaik buat mereka. Kamu tawarkan hasil kerja kreatifmu bahkan terkadang kamu rela melakukan overtime dan penempatan kerja diwilayah mana saja asal mereka menerimamu sebagai karyawannya.
Pernahkah kamu lakukan ini?
Siapapun yang berjanji, jangan janjimu tinggal janji.
Sesungguhnya komitmen (dalam bentuk janji) yang disampaikan diawal ini laksana akad buatmu. Tak perlu kamu pusingkan janji yang tak terpenuhi oleh lawan akadmu, fokuslah penuhi janjimu.
Karena kelak diakhirnya, kamu akan menjadi pribadi yang hebat walau akad itu diakhirnya ternyata dibatalkan. Ntah kamu yang mengundurkan diri atau perusahaan yang tidak memperpanjang kontrak kerjamu lagi.
Tapi sebel juga sih bila lawan akad kita tidak memenuhi kewajibannya sementara mereka mendapatkan haknya terus dari kita yang sebagai karyawan. Kalau saya biasanya memberikan tenggang waktu tertentu, bila tidak ada perubahan ya tinggal mengajukan surat pengunduran diri.
Apa pernah saya lakukan? Ya. Pernah.
Dan saya lakukan ini hingga seluruh kewajiban yang saya janjikan selesai saya tunaikan, dan tidak membuat janji baru lagi. 😁
Ternyata pola ini juga saya pakai dalam berkomunitas. Sekali membuat janji maka saya usahakan terlaksana hingga selesai. Bila tidak, maka tak segan-segan saya sampaikan gagal memenuhi janji dan menanyakan apakah ada konsekuensi? Bila konsekuensi dapat saya lakukan dibanding menyelesaikan janji itu, saya lebih memilih melaksanakan konsekuensinya.
Kalau kalian apakah ada kisah terkait dengan janji pada seseorang yang tidak tertunaikan?
0 comments:
Post a Comment